Rabu, 19 September 2018

Sunan Ampel (Raden Rahmat), dengan falsafah Moh Limo


Raden Ahmad Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel adalah cucu Raja Cempa. Ayahnya bernama Ibrahim Asmarakandi yang menikah dengan putri Raja Cempa yaitu Dewi Candrawulan.
Adik dari Dewi Candrawulan bernama Dewi Anarawati atau Dwarawati diperistri oleh Raja Brawijaya Majapahit. Konon perkawinan antara Raja Majapahit dan Putri Dwarawati ini atas skenario para wali, tujuannya agar Raja Majapahit itu mau masuk Islam, atau setidaknya memberi kesempatan agama Islam berkembang di kerajaan Majapahit.
Setelah Kake Bantal atau Syeh Maulana Malik Ibrahim meninggal dunia pada tahun 1419 M, para wali berpikir untuk mencari penggantinya. Atas usulan Syeh Maulana Ishaq maka didatangkanlah Raden Rahmat dari Cempa ke pulau Jawa. Raden Rahmat awalnya langsung menuju istana kerajaan Majapahit karena Ratu Dwarawati adalah bibinya sendiri, beliau selama tinggal di Majapahit berusaha mengajak Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Tetapi Prabu Brawijaya tidak bersedia, sang Prabu ingin menjadi raja Buddha terakhir di kerajaan Majapahit. Meskipun begitu, Prabu Brawijaya tidak menghalang-halangi rakyat dan keluarga kerajaan masuk agama Islam. Bahkan sang Prabu menghadiahkan sebidang tanah di desa Ampeldenta kepada Raden Rahmat sebagai pusat pendidikan agama Islam.
Prabu Brawijaya merasa senang kepada Raden Rahmat karena tutur bahasanya dan sifatnya yang lemah lembut. Raden Rahmat lalu disuruh Prabu Brawijaya untuk memilih sekian banyak putri Majapahit untuk dijadikan istrinya. Raden Rahmat pun memilih Dewi Condrowati sebagai istrinya, dengan begitu Raden Rahmat adalah menantu Prabu Brawijaya dan salah seorang pangeran Majapahit.
Di Ampeldenta Raden Rahmat mebuka pesantren, banyak putra Adipati dan para bangsawan yang belajar kepada beliau. Murid-murid Sunan Ampel yang terkenal antara lain: Raden Patah, Raden Bathara Katong (adipati Ponorogo yang pertama), Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Mbah Soleh, Mbah Sonhaji, dan lain-lain. Semua murid Sunan Ampel mempunyai karomah dan banyak yang menjadi wali.
Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), Limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan  akhlak di tengah masyarakat, yaitu:
1.    Moh Mabok: tidak meminum minuman keras, khamr, dan lainnya yang memabukkan.
2.    Moh Main: tidak main judi, togel, taruhan, dan sejenisnya.
3.    Moh Madon: tidak berbuat zina, homoseks, lesbian, dan sejenisnya.
4.    Moh Madat: tidak memakai narkoba dan sejenisnya.
5.    Moh Maling: tidak mencuri, korupsi, merampok, dan sejenisnya.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1478. Beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Sunan Ampel. Hampir tiap hari makam beliau diziarahi banyak orang bahkan pada malam hari masih banyak yang menziarahi makam beliau terutama pada malam Jum’at Legi.
Ada satu keanehan di sana, kalau Anda menimba air di daerah Surabaya maka kebanyakan air tersebut rasanya asin dan anyit. Tapi tidak halnya dengan air sumur di Masjid Sunan Ampel. Air tersebut rasanya segar dan konon bila diminum dapat menyembuhkan segala penyakit.
Sunan Ampel memiliki dua orang istri yaitu Dewi Condrowati dan Nyai Karimah.
Dengan Dewi Condrowati beliau mempunyai keturunan sebagai berikut:
1.    Siti Syariah (menjadi istri Sunan Kudus),
2.    Siti Mutmainnah (menjadi istri Sunan Gunung Jati),
3.    Siti Khafshah (menjadi istri Sunan Kalijaga),
4.    Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
5.    Raden Qosim (Sunan Drajad).

Dengan istri kedua yaitu Nyai Karimah beliau mempunyai dua orang putri yaitu:
1.    Dewi Murthosiah (menjadi istri Sunan Giri),
2.    Dewi Murthosimah (menjadi istri Raden Patah).

Nama Sunan Ampel dijadikan nama universitas (UIN Sunan Ampel) di Surabaya. Sedangkan tak jauh dari Masjid Agung Sunan Ampel didirikan Lembaga Pengembangan Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an.

Berikut ini adalah kisah diantara murid-murid Sunan Ampel.

A.  Kisah Mbah Soleh
Ada sebuah keajaiban yaitu seseorang pernah dikubur hingga sembilan kali. Cerita ini ada buktinya. Di sebelah timur Masjid Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Ini bukan kuburan sembilan orang tapi hanya kuburan seorang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama Mbah Soleh.
Kisahnya demikian, Mbah Soleh adalah tukang sapu Masjid Ampel di masa hidup Sunan Ampel. Apabila menyapu maka lantai masjid menjadi sangat bersih sehingga bila ada orang sujud tanpa sajadah maka merasa bahwa lantai tak ada debunya.
Ketika Mbah Soleh wafat beliau dikubur di depan masjid. Ternyata tidak ada santri yang mampu menyapu sangat bersih seperti halnya Mbah Soleh. Maka sejak ditinggal Mbah Soleh lantai masjid menjadi sangat kotor. Lalu Sunan Ampel berucap, “Bila Mbah Soleh masih hidup tentulah masjid ini menjadi bersih.”
Mendadak Mbah Soleh ada di pengimaman masjid sedang menyapu. Seluruh lantai menjadi bersih lagi. Orang-orang heran melihat Mbah Soleh hidup lagi.
Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh wafat dan dikubur di samping makamnya dulu. Masjid menjadi kotor lagi, lalu terucaplah kata-kata Sunan Ampel seperti dulu, Mbah Soleh pun hidup lagi. Hal ini berlangsung beberapa kali hingga makam Mbah Soleh ada delapan. Pada saat ini Sunan Ampel wafat. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh meninggal dunia, sehingga kuburan Mbah Soleh ada sembilan. Kuburan yang terakhir berada di ujung paling timur.

B.  Kisah Mbah Sonhaji
Mbah Sonhaji sering disebut Mbah Bolong. Ini bukan olok-olokan. Beliau adalah salah satu murid Sunan Ampel yang memiliki karomah luar biasa.
Pada waktu pembangunan Masjid Sunan Ampel, Sonhajilah yang ditugasi mengatur letak pengimamannya. Sonhaji bekerja dengan tekun dan penuh perhitungan, agar letak pengimaman menghadap ke arah kiblat. Tetapi setelah masjid sudah jadi banyak orang yang meragukannya.
“Apa betul letak pengimaman masjid ini menghadap ke kiblat?” tanya salah seorang tersebut.
Sonhaji tidak menjawab melainkan melubangi dinding pengimaman sebelah barat lalu berkata, “Lihatlah ke dalam lubang ini, kalian akan tahu apakah pengimaman ini sudah menghadap kiblat atau belum!”
Orang-orang itu segera melihat ke dalam lubang yang dibuat oleh Sonhaji. Ternyata di dalam lubang itu mereka dapat melihat Ka’bah yang ada di Mekkah. Orang-orang pun merasa kagum. Sejak saat itu mereka tidak berani menganggap remeh Mbah Sonhaji dan beliau mendapat julukan Mbah Bolong. Makam Mbah Sonhaji terletak di muka Masjid Sunan Ampel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANGUDHARASA SEPTEMBER

(Dibuat bulan September) Urutan sasi kaping sanga ing tahun Masehi. Ing tahun rongewu selikur iki ing tahun Jawa isih nemu sasi siji/sura. ...