Senin, 17 September 2018

Syeh Maulana Malik Ibrahim / Sunan Gresik


Syeh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Beliaulah yang dianggap pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya. Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Sebenarnya, jauh sebelum kedatangan beliau, di Gresik sudah ada masyarakat Islam walaupun jumlahnya hanya tidak seberapa. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya batu nisan makam seorang wanita muslim bernama Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang wafat pada tahun 475 H atau 1082 M.
Syeh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M adalah seorang ahli tata negara yang ulung. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur. Inskripsi pada batu nisan beliau menunjukkan hal tersebut. Huruf-huruf pada batu nisan itu adalah huruf Arab, terjemahan dalam bahasa Indonesia kurang lebih demikian:
“Inilah makam almarhum almaghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para Pangeran, sendi para Sultan dan para Menteri, penolong para fakir dan miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbul negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kake Bantal. Allah meliputinya dengan rahmat-Nya dan keridhaan-Nya, dan dimasukkan ke dalam Surga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 822 H.”
Demikianlah bunyi tulisan pada batu nisan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim. Penduduk pribumi mengenal beliau sebagai Kake Bantal. Ini membuktikan bahwa pada masa hidup beliau, beliau berdakwah dengan cara yang bijaksana, beliau dapat beradaptasi dengan masyarakat sekelilingnya.
Agama dan adat istiadat lama tak langsung ditentangnya dengan cara frontal dan kekerasan, melainkan beliau perkenalkan kemuliaan dan ketinggian akhlak yang diajarkan oleh agama Islam. Beliau langsung memberi contoh sendiri dalam bermasyarakat, tutur bahasanya sopan, lemah lembut, santun pada fakir miskin, hormat pada yang lebih tua dan menyayangi yang muda.
Dengan cara itu sedikit demi sedikit banyak juga masyarakat Jawa yang mulai tertarik dengan agama Islam dan pada akhirnya mereka menjadi pemeluk agama Islam yang teguh.
Pada masa itu kerajaan terbesar di pulau Jawa adalah kerajaan Majapahit. Tetapi kerajaan itu sebenarnya sudah keropos baik dari luar maupun dari dalam, terutama setelah ditinggalkan oleh Maha Patih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Majapahit dilanda perang saudara tiada henti dan rakyat jelata menjadi korban, sedangkan kerajaan-kerajaan lain yang ditundukkan oleh Maha Patih Gajah Mada sudah banyak yang mulai melepaskan diri.
Kesetiaan para pembesar dan adipati mulai menipis, banyak upeti kerajaan yang tidak sampai ke tangan Raja, melainkan menumpuk di kediaman para pembesar dan adipati. Kejahatan melanda di mana-mana, banyak pencuri dan perampok, bahkan banyak pula satuan-satuan prajurit yang memisahkan diri dan beralih menjadi perampok, menggarong harta para penduduk dan rakyat jelata.
Seringkali Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Kake bantal dan murid-muridnya bertemu gerombolan perampok ketika mereka sedang berdakwah keliling ke desa-desa.
Pada suatu hari ada gerombolan perampok menyerang penduduk. Kebetulan salah satu murid Kake Bantal mengetahuinya. Dia segera membantu penduduk desa melawan perampok tersebut.
Para penduduk desa melawan anak buah pemimpin perampok, sedangkan murid Kake Bantal melawan pemimpin perampok itu sendiri. Keduanya bertempur dengan hebat, keduanya sama-sama mengeluarkan ilmu kesaktian yang hebat hingga akhirnya murid Kake Bantal berhasil menendang dada pemimpin perampok. Perampok akhirnya terjatuh ke tanah, wajahnya merah padam karena marah, mungkin baru kali ini dia bertemu lawan tangguh. Dia berusaha bangkit namun tak mampu karena tenaganya sudah lemah, mulutnya mengeluarkan darah segar.
“Ayo! Perintahkan anak buahmu menyingkir dari desa ini!” Bentak murid Kake Bantal sambil berjalan mendekati pemimpin perampok yang terkapar.
Pemimpin perampok hanya diam saja, matanya menatap murid Kake Bantal dengan penuh kemarahan.
“Perintahkan anak buahmu meninggalkan desa ini!” hardik murid Kake Bantal sambil jongkok, sepasang tangannya terkepal dan siap dihantamkan ke dada perampok. Pemimpin perampok itu masih berdiam diri.
“Kalau kau tidak mematuhi perintahku, kuhantam kau dengan pukulan mautku!” ancam murid Kake Bantal.
Tanpa diduga, tiba-tiba pemimpin perampok meludahi wajah murid si Kake Bantal. Seketika wajah murid Kake Bantal menjadi merah padam, sepasang tangannya makin terkepal erat, sekali dia melayangkan tangannya tentu dada pemimpin perampok itu ambrol.
Melihat kemarahan murid Kake Bantal tersebut wajah pemimpin perampok menjadi pucat pasi. Hatinya mulai keder.
“Kali ini tamatlah riwayatku,” gumam si pemimpin perampok.
Tapi sungguh aneh. Tiba-tiba murid Kake Bantal mengurungkan serangannya. Dia bangkit berdiri tanpa menggelar sikap siaga. Wajahnya yang tadi merah padam kembali putih semula. Perlahan dia membersihkan ludah di wajahnya.
“Mengapa? Mengapa kau tak jadi menyerangku?” tanya pemimpin rampok.
“Karena kau tadi telah membuatku marah,” jawab murid Kake Bantal. “Aku tidak boleh membunuh orang dalam keadaan marah. Itu termasuk perbuatan dosa!”
“Kenapa berdosa? Bukankah aku ini orang jahat  yang memang pantas untuk dibunuh?” ujar pemimpin rampok itu.
“Tadi.....” kata murid Kake Bantal. “Sebelum kau meludahiku dan sebelum aku marah, aku boleh membunuhmu, karena niatku membunuhmu adalah untuk memerangi kejahatan. Tapi setelah kau meludahiku, maka hatiku menjadi marah. Padahal agamaku melarang umatnya untuk membunuh dalam keadaan marah.”
Pemimpin rampok itu tercenung. Untuk beberapa saat dia berdiam diri.
“Betapa luhur ajaran agamamu, apakah nama agamamu itu?” tanya pemimpin rampok.
“Islam. Islam artinya selamat. Siapa yang memeluk agama Islam akan selamat dan berbahagia hidupnya dunia akhirat.”
“Aku adalah bekas seorang perwira Majapahit yang membelot dan menjadi pemimpin rampok. Kejahatanku bertumpuk-tumpuk, dosaku setinggi gunung,” kata si pemimpin rampok. “Apakah Tuhan masih mau mengampuniku?”
“Kenapa tidak?” sahut si murid Kake Bantal. “Misalkan dosamu setinggi langit dan sepenuh bumi, kalau kau masuk agama Islam, bertobat secara sungguh-sungguh. Artinya kau tidak akan mengulangi kejahatanmu, maka Tuhan akan mengampunimu. Dosa-dosa di masa lalu dihapus semuanya.”
“Benarkah begitu?” sahut pemimpin rampok.
“Aku bicara sebenarnya, dusta adalah perbuatan dosa!” ujar murid Kake Bantal.
Tiba-tiba pemimpin rampok itu berusaha bangkit berdiri. Karena tubuhnya masih lemah dia tak sanggup. Murid Kake Bantal segera menolongnya.
Sementara itu pertempuran antara penduduk desa dan perampok masih berlangsung. Tiba-tiba terdengar suara bentakan. Semua orang terkejut dan menghentikan pertempuran.
Ternyata bentakan itu berasal dari si pemimpin rampok yang berdiri di samping murid Kake Bantal. Murid Kake Bantal menolong pemimpin rampok dengan cara menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh pemimpin rampok sehingga tubuh pemimpin rampok pulih seperti semula.
“Dengarkan semuanya!” kata pemimpin rampok. “Mulai sekarang kutinggalkan dunia kejahatan. Aku sudah bosan hidup bergelimang dosa. Mulai hari ini aku masuk agama Islam, menjadi pengikut Kake Bantal. Kalian yang menjadi anak buahku boleh pilih, tetap menjadi gerombolan perampok atau mengikuti jejak baru yang kutempuh. Hidup secara baik-baik bersama masyarakat!”
Jumlah anggota perampok ada dua puluh orang, sepuluh orang langsung membuang senjatanya berupa pedang dan tombak. Mereka menyatakan diri mengikuti pemimpinnya yaitu memulai hidup secara baik-baik. Namun sepuluh orang lainnya segera meloncat ke punggung kuda mereka dan berkata kepada pemimpin rampok.
“Tekuk Penjalin!” kata mereka. “Tak sudi kami mengikuti jejakmu! Biarkan kami menempuh jalan kami sendiri!”
“Terserah kalian!” kata pemimpin rampok yang ternyata bernama Tekuk Penjalin. “Tapi kalian ingat, jangan coba-coba ganggu desa ini lagi. Bila itu terjadi, maka aku sendiri yang akan membasmi kalian!”
Sepuluh orang yang sudah naik ke punggung kuda itu tidak menjawab melainkan langsung menggebrak kudanya berlari kencang keluar desa.
Beberapa penduduk desa yang masih geram segera menendang dan memukuli sepuluh perampok yang sudah menyerahkan diri.
Murid Kake Bantal segera membentak penduduk desa, “Hentikan! Tidak pantas menyerang seseorang yang sudah menyerahkan diri!”
“Mereka sudah sering membuat kami menderita!” protes para penduduk.
“Sekarang mereka menjadi urusanku!” sahut murid Kake Bantal. Murid Kake Bantal lalu mengajak Ki Tekuk Penjalin dan anak buahnya pergi dari desa itu.
Demikianlah salah satu contoh ajaran dakwah yang dilaksanakan Kake Bantal dan murid-muridnya. Mereka sangat toleran terhadap kepentingan pribadi, patuh terhadap perintah agama dan teguh dalam menjauhi kemungkaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANGUDHARASA SEPTEMBER

(Dibuat bulan September) Urutan sasi kaping sanga ing tahun Masehi. Ing tahun rongewu selikur iki ing tahun Jawa isih nemu sasi siji/sura. ...