Raden Ahmad Ali
Rahmatullah atau Sunan Ampel adalah cucu Raja Cempa. Ayahnya bernama Ibrahim
Asmarakandi yang menikah dengan putri Raja Cempa yaitu Dewi Candrawulan.
Adik dari Dewi
Candrawulan bernama Dewi Anarawati atau Dwarawati diperistri oleh Raja
Brawijaya Majapahit. Konon perkawinan antara Raja Majapahit dan Putri Dwarawati
ini atas skenario para wali, tujuannya agar Raja Majapahit itu mau masuk Islam,
atau setidaknya memberi kesempatan agama Islam berkembang di kerajaan
Majapahit.
Setelah Kake Bantal
atau Syeh Maulana Malik Ibrahim meninggal dunia pada tahun 1419 M, para wali
berpikir untuk mencari penggantinya. Atas usulan Syeh Maulana Ishaq maka
didatangkanlah Raden Rahmat dari Cempa ke pulau Jawa. Raden Rahmat awalnya
langsung menuju istana kerajaan Majapahit karena Ratu Dwarawati adalah bibinya
sendiri, beliau selama tinggal di Majapahit berusaha mengajak Prabu Brawijaya
masuk agama Islam. Tetapi Prabu Brawijaya tidak bersedia, sang Prabu ingin
menjadi raja Buddha terakhir di kerajaan Majapahit. Meskipun begitu, Prabu
Brawijaya tidak menghalang-halangi rakyat dan keluarga kerajaan masuk agama
Islam. Bahkan sang Prabu menghadiahkan sebidang tanah di desa Ampeldenta kepada
Raden Rahmat sebagai pusat pendidikan agama Islam.
Prabu Brawijaya merasa
senang kepada Raden Rahmat karena tutur bahasanya dan sifatnya yang lemah
lembut. Raden Rahmat lalu disuruh Prabu Brawijaya untuk memilih sekian banyak
putri Majapahit untuk dijadikan istrinya. Raden Rahmat pun memilih Dewi
Condrowati sebagai istrinya, dengan begitu Raden Rahmat adalah menantu Prabu
Brawijaya dan salah seorang pangeran Majapahit.
Di Ampeldenta Raden
Rahmat mebuka pesantren, banyak putra Adipati dan para bangsawan yang belajar
kepada beliau. Murid-murid Sunan Ampel yang terkenal antara lain: Raden Patah,
Raden Bathara Katong (adipati Ponorogo yang pertama), Sunan Giri, Sunan Bonang,
Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Mbah Soleh, Mbah Sonhaji, dan lain-lain. Semua
murid Sunan Ampel mempunyai karomah dan banyak yang menjadi wali.
Mohlimo atau Molimo,
Moh (tidak mau), Limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk
memperbaiki kerusakan akhlak di tengah
masyarakat, yaitu:
1.
Moh Mabok: tidak
meminum minuman keras, khamr, dan lainnya yang memabukkan.
2.
Moh Main: tidak
main judi, togel, taruhan, dan sejenisnya.
3.
Moh Madon: tidak
berbuat zina, homoseks, lesbian, dan sejenisnya.
4.
Moh Madat: tidak
memakai narkoba dan sejenisnya.
5.
Moh Maling:
tidak mencuri, korupsi, merampok, dan sejenisnya.
Sunan Ampel wafat pada
tahun 1478. Beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Sunan Ampel. Hampir tiap
hari makam beliau diziarahi banyak orang bahkan pada malam hari masih banyak
yang menziarahi makam beliau terutama pada malam Jum’at Legi.
Ada satu keanehan di
sana, kalau Anda menimba air di daerah Surabaya maka kebanyakan air tersebut
rasanya asin dan anyit. Tapi tidak halnya dengan air sumur di Masjid Sunan
Ampel. Air tersebut rasanya segar dan konon bila diminum dapat menyembuhkan
segala penyakit.
Sunan Ampel memiliki
dua orang istri yaitu Dewi Condrowati dan Nyai Karimah.
Dengan Dewi Condrowati
beliau mempunyai keturunan sebagai berikut:
1.
Siti Syariah
(menjadi istri Sunan Kudus),
2.
Siti Mutmainnah (menjadi
istri Sunan Gunung Jati),
3.
Siti Khafshah
(menjadi istri Sunan Kalijaga),
4.
Raden Makdum
Ibrahim (Sunan Bonang),
5.
Raden Qosim
(Sunan Drajad).
Dengan istri kedua yaitu Nyai Karimah beliau
mempunyai dua orang putri yaitu:
1.
Dewi Murthosiah
(menjadi istri Sunan Giri),
2.
Dewi Murthosimah
(menjadi istri Raden Patah).
Nama Sunan Ampel
dijadikan nama universitas (UIN Sunan Ampel) di Surabaya. Sedangkan tak jauh
dari Masjid Agung Sunan Ampel didirikan Lembaga Pengembangan Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an.
Berikut ini adalah
kisah diantara murid-murid Sunan Ampel.
A. Kisah Mbah Soleh
Ada sebuah keajaiban
yaitu seseorang pernah dikubur hingga sembilan kali. Cerita ini ada buktinya.
Di sebelah timur Masjid Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Ini bukan kuburan
sembilan orang tapi hanya kuburan seorang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama
Mbah Soleh.
Kisahnya demikian, Mbah
Soleh adalah tukang sapu Masjid Ampel di masa hidup Sunan Ampel. Apabila
menyapu maka lantai masjid menjadi sangat bersih sehingga bila ada orang sujud
tanpa sajadah maka merasa bahwa lantai tak ada debunya.
Ketika Mbah Soleh wafat
beliau dikubur di depan masjid. Ternyata tidak ada santri yang mampu menyapu
sangat bersih seperti halnya Mbah Soleh. Maka sejak ditinggal Mbah Soleh lantai
masjid menjadi sangat kotor. Lalu Sunan Ampel berucap, “Bila Mbah Soleh masih
hidup tentulah masjid ini menjadi bersih.”
Mendadak Mbah Soleh ada
di pengimaman masjid sedang menyapu. Seluruh lantai menjadi bersih lagi.
Orang-orang heran melihat Mbah Soleh hidup lagi.
Beberapa bulan kemudian
Mbah Soleh wafat dan dikubur di samping makamnya dulu. Masjid menjadi kotor
lagi, lalu terucaplah kata-kata Sunan Ampel seperti dulu, Mbah Soleh pun hidup
lagi. Hal ini berlangsung beberapa kali hingga makam Mbah Soleh ada delapan.
Pada saat ini Sunan Ampel wafat. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh meninggal
dunia, sehingga kuburan Mbah Soleh ada sembilan. Kuburan yang terakhir berada
di ujung paling timur.
B. Kisah Mbah Sonhaji
Mbah Sonhaji sering
disebut Mbah Bolong. Ini bukan olok-olokan. Beliau adalah salah satu murid
Sunan Ampel yang memiliki karomah luar biasa.
Pada waktu pembangunan
Masjid Sunan Ampel, Sonhajilah yang ditugasi mengatur letak pengimamannya.
Sonhaji bekerja dengan tekun dan penuh perhitungan, agar letak pengimaman
menghadap ke arah kiblat. Tetapi setelah masjid sudah jadi banyak orang yang
meragukannya.
“Apa betul letak
pengimaman masjid ini menghadap ke kiblat?” tanya salah seorang tersebut.
Sonhaji tidak menjawab
melainkan melubangi dinding pengimaman sebelah barat lalu berkata, “Lihatlah ke
dalam lubang ini, kalian akan tahu apakah pengimaman ini sudah menghadap kiblat
atau belum!”
Orang-orang itu segera melihat ke
dalam lubang yang dibuat oleh Sonhaji. Ternyata di dalam lubang itu mereka
dapat melihat Ka’bah yang ada di Mekkah. Orang-orang pun merasa kagum. Sejak
saat itu mereka tidak berani menganggap remeh Mbah Sonhaji dan beliau mendapat
julukan Mbah Bolong. Makam Mbah Sonhaji terletak di muka Masjid Sunan Ampel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar